Kawasan Tambang Nikel Di Morowali, Sulawesi. (libassonline)

Jakarta, libassonline.com – Salah satu industri yang berperan penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional adalah industri pengolahan dan pemurnian (smelter) berbasis nikel.

Indonesia dianugerahi sumber daya nikel yang melimpah, di mana komoditas ini merupakan bahan baku dalam pembuatan baterai. Transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan (EBT) di sektor transportasi membuat mobil listrik semakin mengemuka.

Ini artinya, komoditas nikel akan semakin banyak dimanfaatkan untuk dijadikan bahan baku baterai mobil listrik.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, saat ini setiap negara berlomba-lomba mewujudkan energi yang bersih, salah satunya melalui penggunaan kendaraan listrik.

“Pengembangan teknologi baterai yang signifikan akan jadi harapan baru pengembangan energi,” paparnya dalam webinar ‘Peran TKDN Ketenagalistrikan dalam Pembangunan Nasional’, Rabu (24/02/2021).

Lebih lanjut Luhut mengatakan, tidak hanya baterai yang menjadi harapan baru RI, namun juga pembangkit energi baru terbarukan (EBT). Selain nikel, Indonesia juga dianugerahi berbagai sumber EBT dengan segala ragamnya.

“Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang mandiri di bidang energi dan tidak bergantung pada sumber daya energi impor, seperti bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini sebabkan polusi dan subsidi yang tidak sedikit,” ungkapnya.

Demi mempercepat penggunaan kendaraan listrik, pemerintah membentuk Holding BUMN Indonesia Battery, terdiri dari MIND ID atau PT Inalum (Persero), PT Aneka Tambang Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero).

Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahajana mengatakan, pembangunan ekosistem industri baterai listrik secara terintegrasi dari hulu sampai hilir bakal membutuhkan investasi mencapai US$ 13-17 miliar atau sekitar Rp 182 triliun-Rp 238 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per US$).

“Dengan risiko teknologi yang tinggi dan pasar yang bergantung pada OEM,” ungkapnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI, Senin (01/02/2021).

Teknologi baterai yang digunakan masih bergantung pada pemain global baterai dan OEM sebagai pembeli (offtaker), sementara Indonesia belum memiliki pengalaman memadai dalam membangun industri baterai listrik.

Dia mengatakan dalam 20 tahun ke depan penggunaan kendaraan listrik akan terus meningkat.

“Indonesia punya banyak material bahan baku seperti nikel, aluminium, kobalt,” tuturnya. (Editor/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: