Ilustrasi jembatan yang yang saat ini sedang menghebohkan masyarakat Pulau Bangka oleh rencana Pemerintah Provinsi Kep. Bangka Belitung soal pembangunan jembatan yang akan menghubungkan dua Provinsi sumsel dan babel. (libassonline)

Palembang, libassonline.com – Pembangunan jembatan penghubung Sumatera Selatan ( Sumsel ) dan Bangka Belitung (Babel) digadang-gadang akan terus dilanjutkan.

Namun, timbul kecemasan bagi keberlangsungan hidup dari transportasi penyeberangan dan kegiatan ekonomi di sekitar wilayah tersebut yang saat ini tumbuh.

Ketua Bidang Tarif DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasadap) Rakhmatika Ardianto mengatakan, saat ini pelayanan penyeberangan Bangka-Palembang yang melalui Pelabuhan Tanjung Api-Api (TAA)-Tanjung Kalian bisa ditempuh kurang dari 3 jam.

Namun, dengan adanya jembatan tersebut jargon Presiden Joko Widodo dalam menghidupkan sektor maritim dinilai bakal tidak terwujud.

“Rencana pembangunan jembatan tersebut yang membutuhkan investasi belasan triliunan rupiah harusnya bisa dimanfaatkan untuk mendukung program Presiden Jokowi dalam mengembangkan jalur-jalur maritim,” ujar Rakhmatika, Senin (17/5/2021).

Menurutnya, saat ini usaha di lintas penyeberangan tersebut perlu mendapatkan perhatian pemerintah.

Dari 13 kapal yang ada, hanya bisa beroperasi di satu pasang dermaga sehingga setiap kapal hanya bisa beroperasi bergantian 6 kapal sehari yang dipaksakan dalam satu dermaga, sehingga potensi utilitas dan kapasitas angkut dari masing-masing kapal yang bisa digunakan tidak lebih dari 30 persen setiap bulan.

“Berarti kita masih bisa meningkatkan kapasitas angkut atau utilitas sekitar 70 persen lebih. Kalau infrastruktur dermaga ada penambahan menjadi dua pasang dermaga, maka kapasitas angkut dari jumlah kapal yang ada saat ini bisa naik 30 persen untuk melancarkan demand yang ada saat ini,” jelasnya.

Rakhmatika menilai, lintasan yang yang ini sering digunakan tersebut terlalu banyak kapal, tetapi tidak bisa dioperasikan karena kekurangan infrastruktur dermaga, sehingga untuk kelancaran sektor usaha tersebut bukan menambah kapal tetapi menambah dermaga untuk mengaktifkan kapal-kapal yang tidak beroperasi karena kekurangan dermaga.

“Sesuai dengan Undang-Undang No.17 Tahun 2018 Pemerintah wajib melakukan pengerukan di wilayah alur, karena saat ini terjadi pendangkalan yang luar biasa hebat dan ini bisa membahayakan keselamatan transportasi,” tambahnya

Apabila rencana pembangunan jembatan yang menghabiskan anggaran belasan triliun benar-benar direalisasikan, lanjut Rakhmatika, maka traffic kendaraan yang melewati jembatan tersebut sesuai dengan jumlah kendaraan yang ada di transportasi ferry hanya 300 kendaraan perhari, maka dalam 24 jam hanya sekitar 10-15 kendaraan yang lewat di jembatan tersebut setiap jamnya.

“Padahal bila ingin mempercepat dan menambah kapasitas angkut di transportasi penyeberangan ferry menjadi 3 kali lipat yang ada tidak membutuhkan biaya yang lebih dari Rp500 miliar untuk pembangunan 1 pasang dermaga, termasuk pengerukan yang ada di alur lintas transportasi penyeberangan. Tentunya kita juga bisa memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi terutama ekonomi kerakyatan dan ekonomi maritim yang tumbuh di sekitar wilayah pelabuhan dan jalur yang dilewati angkutan yang menggunakan ferry,” paparnya.

Rakhmatika juga mengatakan, apabila kendaraan yang menuju pelabuhan lewat jembatan dan harus melewati jembatan tol, maka akan mematikan ekonomi kerakyatan dan ekonomi maritim yang ada disekitar wilayah tersebut.

“Pemerintah provinsi dan pemerintah pusat diharapkan dapat mengkaji manfaat dan kerugian dari dampak pembangunan jembatan terhadap ekonomi kerakyatan dan ekonomi maritim yang saat ini tumbuh, dibanding dengan pembangunan jembatan yang membutuhkan biaya belasan triliun yang akan direalisasikan dalam tahun-tahun ini dimana kondisi negara sedang dalam kesulitan,” jelasnya. (Editor/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: